Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Realita Naik Kapal Pelni ke Timur Indonesia

Kompas.com - 04/12/2017, 09:36 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

"Kalau mau tidur, masukkan barang bawaan berharga kamu ke dalam jaket. Banyak copet di atas jam 01.00 malam kalau di kapal," kata Pak Iqram. Saya dan Tri tambah waspada. 

Saya tidur nyenyak meski beralas tikar, tetapi hanya sampai pukul 05.10 ketika perlahan rintik air jatuh di wajah. Gerimis datang, disusul hujan deras. Semua penumpang yang tidur di dek enam bubar. Kami menghindari basah dari hujan yang semakin lebat.

Saya dan Tri kembali turun ke dek lima, tidak berharap kasur kosong. Hanya berharap ada tempat lapang membuka tikar kami sembari menunggu hujan. Lagi lagi saya melewati dek tiga, berkarung karung bawang merah aman. Kering dari basah air hujan.

Sayang tak ada tempat, sampai akhirnya kami duduk depan pintu. Awak kapal yang tampaknya iba, memberi kami satu matras di lantai kantin. "Sementara di sini dulu saja. Silahkan mau duduk atau tidur," katanya.

Pukul 08.00 akhirnya hujan berhenti, saya kembali bertemu Pak  Iqram. Ia bertanya dimana saya meneduh. Sedangkan ia memilih tetap di dek enam meski hujan mengguyur. 

Pak Iqram adalah penumpang setia kapal Pelni. Ia sering naik kapal Pelni dengan rute Jakarta-Makassar-Maluku. Menurut pengalamannya kapal Pelni yang berlayar ke arah Barat dalam hal ini Jakarta, akan semakin baik fasilitasnya. Sedangkan semakin ke Timur Indonesia, semakin tak dapat diharapkan fasilitasnya.

"Masalahnya kita terlanjur berharap saat ada pemeriksaan tiket, tangan pakai di cap segala. Kita di sini tak ada bedanya dengan barang," kata Pak Iqram. Pikiran saya tertuju pada karung bawang merah yang terlindung dari hujan.

Keluhan penumpang bukan hanya datang dari Pak Iqram. Saya bertemu seorang remaja perempuan yang memilih tidur di dek. "Tak dapat tempat?" tanya saya.

"Ada kakak, saya naik dari Bau Bau. Tapi tidur di ranjang itu panas, pengap sekali. Jadi tak bisa tidur," katanya. Ibu di sebelahnya yang membawa anak mengganguk kencang. Anaknya rewel karena tak dapat tidur di kamar yang pengap.

"Bagaimana pemerintah mau mengejar 20 juta wisatawan kalau transportasi lautnya seperti ini," kata Tri. Tak sedikit wisatawan asing yang menumpang di kapal ini. Muka mereka tampak bingung, lalu lalang di depan tikar saya. 

KM Leuser memiliki rute perjalanan yang cukup panjang. Bermula dari Sulawesi (Makassar), berkeliling Maluku, Papua, kemudian terakhir berlabuh di Jawa (Surabaya). Perjalanan dari Ambon ke Banda Neira untuk kelas ekonomi, yang saya tumpangi dihargai Rp 105.000. Diberi jatah makan pagi dan siang. 

Makassar – Bau Bau – Wanci – Namrole – Ambon – Banda Neira – Saumlaki – Ralat – Tual – Dobo – Timika – Agats – Merauke – Larat – Labuan Bajo – Sape (Bima) – Benoa/Denpasar – Tanjung Perak (Surabaya).

Itulah rute KM Leuser pada November 2017, jika iseng mencari nama daerah tersebut di mesin pencarian Google, yang ditemukan adalah foto-foto surga bahari di Timur Indonesia. Namun ironis, ke sana memang butuh perjuangan ekstra. Penerbangan mahal dan jarang, naik kapal laut membuat kapok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya
 
Pilihan Untukmu
Lihat Semua


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

5 Kota dengan Potensi Wisata MICE Tertinggi di Indonesia Menurut PHRI

5 Kota dengan Potensi Wisata MICE Tertinggi di Indonesia Menurut PHRI

Travel Update
 Angkringan Puncak Bibis, Angkringan dengan Sentuhan Modern

Angkringan Puncak Bibis, Angkringan dengan Sentuhan Modern

Hotel Story
630 Jemaah Umrah Berlebaran di Tanah Suci bersama Ustazah Oki Setiana Dewi

630 Jemaah Umrah Berlebaran di Tanah Suci bersama Ustazah Oki Setiana Dewi

Travel Update
Pemerintah Kota Bangkok Keluarkan Peringatan Panas Ekstrem

Pemerintah Kota Bangkok Keluarkan Peringatan Panas Ekstrem

Travel Update
Gunung Everest, Atap Dunia yang Penuh Sampah

Gunung Everest, Atap Dunia yang Penuh Sampah

Travel Update
Angkringan Timbangan Tebu di Yogyakarta yang Hits dan Wajib Dikunjungi

Angkringan Timbangan Tebu di Yogyakarta yang Hits dan Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
JAB Fest Kombinasikan Seni dan Literasi, Dipercaya Dongkrak Wisatawan Minat Khusus di DIY

JAB Fest Kombinasikan Seni dan Literasi, Dipercaya Dongkrak Wisatawan Minat Khusus di DIY

Travel Update
8 Oleh-oleh Khas Gorontalo, Ada Kopi hingga Kain

8 Oleh-oleh Khas Gorontalo, Ada Kopi hingga Kain

Jalan Jalan
Rencana Pemindahan Lukisan Mona Lisa, Apa Masih di Louvre?

Rencana Pemindahan Lukisan Mona Lisa, Apa Masih di Louvre?

Travel Update
5 Pusat Oleh-oleh di Makassar, Bawa Pulang Makanan atau Kerajinan Tangan

5 Pusat Oleh-oleh di Makassar, Bawa Pulang Makanan atau Kerajinan Tangan

Jalan Jalan
6 Hotel Murah di Cilacap, Tarif mulai Rp 194.000

6 Hotel Murah di Cilacap, Tarif mulai Rp 194.000

Hotel Story
5 Tips Liburan dengan Open Trip yang Aman dan Menyenangkan

5 Tips Liburan dengan Open Trip yang Aman dan Menyenangkan

Travel Tips
3 Juta Wisatawan Kunjungi Banten Saat Libur Lebaran 2024, Lebihi Target

3 Juta Wisatawan Kunjungi Banten Saat Libur Lebaran 2024, Lebihi Target

Travel Update
Cara Menuju ke Wisata Pantai Bintang Galesong, 1 Jam dari Makassar

Cara Menuju ke Wisata Pantai Bintang Galesong, 1 Jam dari Makassar

Jalan Jalan
The 2nd International Minangkabau Literacy Festival Digelar mulai 8 Mei

The 2nd International Minangkabau Literacy Festival Digelar mulai 8 Mei

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com