Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Startup" Wisata Indonesia Ini Raih Penghargaan PBB di Spanyol

Kompas.com - 19/01/2018, 13:05 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu startup karya anak bangsa meraih penghargaan pariwisata tingkat dunia dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO/Organisasi Pariwisata Dunia PBB) di Madrid, Spanyol, Rabu (17/1/2018).

Ialah Triponyu, marketplace wisata yang menghubungkan wisatawan dengan masyarakat lokal penyedia jasa wisata menarik. Ia meraih juara dalam kategori UNWTO Award for Innovation in Nongovermental Organizations sehingga mengharumkan nama bangsa di internasional.

(Baca juga: Bangga! Indonesia Raih Juara Inovasi Wisata UNWTO di Spanyol)

Inovasi dalam hal pariwisata yang dilakukan startup ini memang unik. Tidak hanya mengemasnya dalam teknologi, tetapi juga sistemnya yang memberdayakan dan menyediakan lapangan kerja untuk masyarakat.

"Siapa pun masyarakat, apa pun profesinya yang punya ide seru tentang kuliner, kearifan lokal, tempat seru, kerajinan yang bisa dikemas jadi wisata di daerahnya, kita sambungkan dengan wisatawan," ujar Alfonsus Aditya, salah satu founder yang kini sebagai Chief Financial Officer Triponyu, saat dihubungi KompasTravel, Kamis (18/1/2018).

(Baca juga: Kisah Pembuatan Video Wonderful Indonesia yang Menangi Kompetisi UNWTO)

Laki-laki yang kerap disapa Adit itu mengatakan, Triponyu didirikan bersama dua teman lain asal Kota Solo, yaitu Augustinus Adhitya sebagai Chief Executive Officer dan Onny Sumantri sebagai Chief Operating Officer.

Meski baru berumur 1,5 tahun, startup ini telah menunjukkan capaian luar biasa. Selain mendapat penghargaan dari salah satu badan PBB, startup ini juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi ratusan masyarakat di berbagai daerah.

Wisatwan yang mengguakan aplikasi Triponyu memilih berwisata ke pasar kembang yang buka di malam hari, sekitar kota Solo, Jawa Tengah.Dokumen Triponyu Wisatwan yang mengguakan aplikasi Triponyu memilih berwisata ke pasar kembang yang buka di malam hari, sekitar kota Solo, Jawa Tengah.
Pariwisata Harus Menyejahterakan Semua Kalangan

"Awalnya karena kami lihat warga lokal itu hanya jadi penonton wisata. Padahal, di sekitarnya pasti banyak kuliner, tempat, dan aktivitas menarik yang bisa dijadikan wisata di luar tempat wisata pada umumnya," katanya saat masih di Madrid seusai menerima penghargaan UNWTO.

Ia tidak membatasi siapa pun masyarakat yang memiliki ide wisata, baik dari kalangan mana dan profesinya apa. Namun, ia bekerja sama dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di berbagai daerah untuk mengumpulkan masyarakat yang memiliki ide wisata menarik.

Masyarakat lokal tersebut nanti sekaligus akan menjadi pemandu wisata yang disebut local friend. Satu trip yang dipandu local friend maksimal bisa diikuti 10 wisatawan.

Destinasi dan paket-paket wisatanya pun dirancang langsung oleh masyarakat dengan harga yang transparan.

"Semua kami transparan, harga harus dirinci untuk keperluan apa saja. Karena memang kesepakatannya 93 persen dari total biaya untuk masyarakat yang membuat trip. Tapi kita cek benar-benar (perinciannya)," ungkap Adit.

Untuk memastikan keamanan dan keseriusan masyarakat yang membuat trip wisata, mereka diharuskan mengisi form yang cukup detail, termasuk data diri dan karti identitas (KTP, SIM, atau paspor).

"Jadinya, semua bisa ikut merasakan manfaat wisata, mulai perajin, sampai tukang parkir di desa, dapat juga. Jadi pariwisata harusnya bisa menyejahterakan semua kalangan," ujarnya.

Pengerajin gamelan yang disambangi oleh wisatawan pengguna Triponyu, di Solo.Dokumen Triponyu Pengerajin gamelan yang disambangi oleh wisatawan pengguna Triponyu, di Solo.
Sejak dibuat pada Juli 2017 lalu, hingga kini Adit mengatakan telah ada 50 lebih trip yang bisa dipilih wisatawan. Tentunya itu dibuat langsung oleh masyarakat, mulai dari wisata budaya, kearifan lokal, membuat kerajinan, hingga mencicipi hidangan masyarakat.

Bermula hanya wisata sekitar Solo dan Jawa Tengah, kini merambah Bali, beberapa kota di Jawa Timur, dan Jakarta. Kini yang sedang ia kembangkan ialah daerah Indonesia timur bekerja sama dengan Sumba Hospitality Foundation.

Penikmatnya pun beragam, mulai dari wisatawan dalam negeri hingga internasional. Hanya ia mengatakan belum bisa memetakan dari mana saja wisatawan yang paling banyak.

"Sampai sekarang masih relatif sama, belum ada yang dominan. Untuk luar negeri, pernah dari Rusia, Spanyol, Perancis, baru Eropa sih," ungkapnya.

Ke depan, menurutnya, ia tidak bisa berpuas diri dengan capaian penghargaan UNWTO tersebut. Ia masih harus banyak membenahi sistemnya, tentu tanggung jawabnya kini semakin besar.

UNWTO dibentuk tahun 1957 dan penghargaan itu sudah diluncurkan sejak 2003. Badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini yang menyelenggarakan penghargaan paling bergengsi di level dunia dengan sistem penjurian paling ketat.

Pengerajin batik tulis solo yang disambangi oleh wisatawan pengguna Triponyu, di Solo.Dokumen Triponyu Pengerajin batik tulis solo yang disambangi oleh wisatawan pengguna Triponyu, di Solo.
Ada enam penghargaan tiap tahunnya yang dibagi menjadi dua, yakni dua penghargaan untuk individu dan empat penghargaan untuk kegiatan spesifik.

Dua penghargaan bidang individu itu adalah UNWTO Ulysses Prize for Excellent in The Creation and Dessimination of Knowledge dan UNWTO Life Time Achievement Award. Empat penghargaan kegiatan spesifiknya, yaitu UNWTO Award for Innovation in Public Policy and Goverment, UNWTO Award for Innovation in Enterprise, UNWTO Award for Innovation in Non Govermental Organizations, dan UN-WTO Award for Innovation in Research and Technology.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com