Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Rendang Begitu Menyebar hingga ke Negeri Jiran?

Kompas.com - 09/04/2018, 13:12 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

Sementara itu, menurut Fadly, popularitas rendang baru meningkat pada abad ke-20. Ia mengakui tidak mendapati resep rendang pada literatur buku masak di Indonesia pada abad pertengahan sampai akhir abad ke-19.

“Karena memang saat itu popularitas rendang belum semasif penyebarannya dan diaspora periode abad ke-20. Tapi berkat para perantau yang melalukan perantauan ke berbagai wilayah di Jawa dan wilayah Indonesia dan Malaysia juga, akhirnya rendang mengalami diaspora,” jelasnya. 

Ia menambahkan bahwa orang-orang Minang perantauan ketika menetap di salah satu wilayah, salah satu trennya  adalah membuat rumah makan Minang atau lepau (kedai nasi).

“Catatan atau dokumentasi tertulis dibuat  para sejarawan, bahwa di Batavia banyak rumah makan Minang yang sudah sangat khas sekali jadi bagian dari kawasan urban di Batavia dan kota-kota lain termasuk juga di Bandung,” katanya.

Berkat mereka, lanjutnya, popularitas rendang jadi naik daun. Para perantau mengenalkan rendang melalui rumah makan yang mereka dirikan dan akhirnya rendang dikenal masyarakat kebanyakan.

“Makanya pada awal abad 20, rendang mulai masuk ke beberapa buku masak. Dari semula makanan untuk bekal para perantau jadi signature dish-nya kuliner Minang,” tambah Fadly.

Baca juga : Ternyata Rendang Asli Indonesia Ada yang Crispy!

Resep rendang hadir di buku  masak berbahasa Melayu dan buku masak daerah lainnya seperti Sunda dan Jawa, bahkan juga buku berbahasa Belanda. Salah satunya seperti buku masak karya S. Noer Zainoe’ddin Moro yang terbit pada tahun 1939 bertajuk Lingkoengan Dapoer: Boekoe Masak bagi Meisjes-Vervolgsholen jang Berbahasa Melajoe.

Dalam buku masak itu terdapat resep dari Padang, salah satunya adalah resep rendang Padang. Hal ini diperkirakan dapat mendorong pembaca yang berada dari wilayah manapun untuk bisa membuat rendang sendiri. Fadly dalam bukunya, memandang bahwa hal ini merupakan terobosan baru dalam dunia buku masak di Hindia Belanda, mengingat masa-masa sebelumnya resep rendang masih cukup langsa kecuali dalam catatan-catatan resep pribadi.

Media massa juga berperan dalam menyebarkan popularitas rendang, seperti yang dilakukan Soenting Melajoe. Dalam bukunya, Fadly menyebutkan surat kabar Soenting Melajoe yang berdiri pada 1912 oleh pers perempuan di Sumatera Barat, surat kabar itu dibaca para perantau Minang di luar Minangkabau. Isinya memuat berbagai informasi seputar aktivitas perempuan, salah satunya menu-menu resepsi dan resep masakan yang jarang didapat dalam buku masak di Jawa.

Perantau yang pandai memasak

Asnan juga memperkirakan rendang mudah menyebar karena laki-laki Minang piawai memasak. Umumnya para perantau adalah laki-laki.

“Semua orang laki-laki Minang itu pandai memasak dan umumnya perantau itu kan laki-laki semuanya dan mereka pandai memasak. Jadi kalau di Minang, ada kenduri yang masak laki-laki. kalau anak-anak muda yang tinggal di surau, biasanya setelah akil baliq itu tinggal di surau,  itu rata-rata pandai masak semua,” ungkap Asnan.

Aneka ragam bumbu di kios bumbu masakan di Pasar Bukittinggi, Sumatera Barat, Selasa (9/7/2013). Kios tersebut menyediakan berbagai macam racikan bumbu untuk masakan khas Mingakabau.KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Aneka ragam bumbu di kios bumbu masakan di Pasar Bukittinggi, Sumatera Barat, Selasa (9/7/2013). Kios tersebut menyediakan berbagai macam racikan bumbu untuk masakan khas Mingakabau.
Oleh karena itu, Asnan memperkirakan bahwa para perantau tidak canggung memasak. Sehingga saat bekal mereka habis, para perantau ini bisa masak lagi rendang dan dendeng seperti biasa mereka buat saat di tanah kelahiran.

“Apalagi di negeri jiran, kelapa dan bahan bumbu itu semua ada. Itu tidak aneh bagi mereka untuk bikin rendang lagi,” katanya.

Lalu bagaimana dengan zaman sekarang? Menurut Asnan, saat ini sudah mudah membeli rendang. Ia mengaku para mahasiswa yang ia ajarkan sudah tidak masak karena kemudahan membeli makanan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com