KOMPAS.com - Sepucuk surat dari Lembaga Adat Baduy dilayangkan ke Presiden Joko Widodo, Gubernur Banten, Bupati Lebak hingga Kementerian/Lembaga terkait.
Surat dengan tiga cap jempol--Jaro Saidi sebagai Tangunggan Jaro 12, Jaro Aja sebagai Jaro Dangka Cipati, dan Jaro Madali sebagai Pusat Jaro 7 itu berisi permintaan menghapus Baduy dari peta kawasan wisata.
Ada beragam alasan yang melatari permintaan lembaga yang menaungi warga Baduy tersebut. Alasan yang kentara adalah persoalan sampah plastik di Baduy, Lebak, Banten.
Baca juga: Bagaimana Perubahan Baduy Sejak Menjadi Kawasan Wisata?
Lantas, bagaimana sengkarut soal Baduy yang kini kian panas?
Sampah plastik
Pencemaran sampah plastik di Baduy adalah momok yang tak bisa lepas dari pengembangan pariwisata di kawasan tersebut.
Sebagai salah satu kawasan dengan suku yang memegang teguh adat istiadat, persoalan sampah plastik adalah hal genting.
Terlebih, Suku Baduy memiliki cara hidup tradisional dan dekat dengan alam--sebuah filosofi yang diwariskan turun-temurun.
Khusus Baduy Dalam, para warganya dikenal memegang teguh adat istiadat, salah satunya tidak memakai peralatan modern. Adapun kemasan plastik termasuk sebagai hal modern.
Namun, seiring perkembangan Baduy jadi kawasan wisata--tepatnya pada pemekaran Banten dari Jawa Barat, wisatawan mulai meningkat dan berimbas pada banyaknya sampah plastik.
Baca juga: Wisatawan Bikin Baduy Tercermar Sampah Plastik, Ini Kata Tur Operator
Dilansir dari BBC Indonesia, meningkatnya kunjungan wisatawan, ditambah ramainya usaha dagang warga yang sebagian besar menjual produk makanan minuman berkemasan plastik, mendatangkan persoalan baru.
Sampah plastik kian banyak ditemukan berserakan di sekitar pemukiman warga Baduy, yang juga area kawasan wisata.
Botol-botol minuman kemasan, bungkus plastik makanan ringan, juga sedotan adalah jenis sampah yang dominan ditemukan di jalan maupun di sungai atau di tempat sampah yang tersedia sepanjang jalan.
Baca juga: Liburan ke Baduy, Wisatawan Bisa Jajal Hidup ala Suku Baduy
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya juga mengakui jika keluhan para warga Baduy lantaran wilayahnya tercemar karena kunjungan wisatawan.
"Kenapa mereka keluarkan statemen seperti itu, karena banyak pengunjung tidak taat, bangun warung di sana dan buang sampah sembarangan," kata Iti ditemui di Pendopo Kabupaten Lebak di Rangkasbitung.
Sampah-sampah yang dibuang sembarangan oleh wisatawan banyak berserakan di sepanjang rute wisata Baduy.
Baca juga: Kawasan Wisata Baduy Masih Ditutup
Sementara itu, Marketing and Sales Bantamtraveler, Deri Hermawan, sependapat jika wisatawan kurang peduli lingkungan meski pihak Baduy sudah menyiapkan tempat sampah.
Deri menuturkan, di sepanjang jalur yang kerap dilalui wisatawan, banyak sekali tempat sampah yang terbuat dari bambu atau karung.
Kendati demikian, berdasarkan pengalamannya membawa wisatawan ke sana, hanya segelintir orang saja yang membuang sampah pada tempatnya.
CEO Kili Kili Adventure, Bima Pangarso, mengakui kawasan wisata Baduy tercemar sampah plastik, tetapi hanya Baduy luar saja yang mengalaminya.
“Sampah plastik lebih banyak di Baduy luar. Kalau di dalam, bahkan puntung rokok pun diambil. Baduy dalam sepengetahuan saya bersih,” ujar Bima.