Saat berkunjung ke Desa Wisata Arborek pada Rabu, Kompas.com sempat mengobrol, bermain, dan jalan-jalan dengan anak-anak kecil Pulau Arborek.
Mengenai hal ini, Ronald mengatakan bahwa mereka senang dan sudah terbiasa untuk berinteraksi dengan wisatawan yang berkunjung.
“Anak-anak sudah terbiasa saat melihat tamu, kalau tamu menyapa mereka, sama anak-anak dianggap bahwa mereka sudah akrab. Jadi mereka setiap hari bermain dengan tamu,” jelas dia.
Ronald mengaku bahwa salah satu kunci yang membuat Desa Wisata Arborek disukai wisatawan adalah keramahan masyarakat setempat. Menurut dia, hal ini merupakan kebiasaan yang terbawa dari kecil hingga dewasa.
Baca juga:
Desa Wisata Arborek menawarkan beberapa atraksi budaya yang patut dilihat. Misalnya adalah tradisi Mansorandak, Tari Cakalele, Suling Tambur, dan tarian penyambut dari atas kapal.
Kendati demikian, Ronald menuturkan bahwa tradisi Mansorandak hanya dilakukan kepada tamu penting, seperti orang dari Kementerian atau Pemda.
“Tapi kalau tamu biasa, mereka hanya akan disambut oleh tarian penyambutan dari atas kapal, wisatawan bisa bilang kalau mau dijemput oleh tarian dari atas kapal itu. Suling Tambur juga tergantung wisatawan maunya bagaimana,” ucapnya.
Sementara untuk Tari Cakalele, wisatawan bisa bertanya kepada penyedia paket wisata ke Desa Arborek apakah mereka bisa menikmatinya atau tidak.
Mama-mama di Desa Arborek merupakan perajin anyaman. Alhasil, wisatawan yang berkunjung akan disuguhi berbagai macam produk ekonomi kreatif (ekraf) khas Desa Wisata Arborek.
Beberapa di antaranya adalah kalung dan anyaman topi warna-warni berbentuk ikan pari manta, tas jinjing untuk belanja, noken atau tas anyaman khas Papua, dan vas bunga dengan berbagai bentuk.
Untuk noken, wisatawan diberi pilihan apakah ingin membeli noken versi besar, atau noken versi kecil yang digunakan untuk membawa botol minum atau ponsel.
Harga produk ekraf yang dijual beragam. Namun khusus untuk produk anyaman, harga jualnya berada pada kisaran Rp 100.000-Rp 350.000.