"Jadi, bukan dimakamkan bersama, tapi dimakamkan di samping anaknya. Biasa itu, karena rasa sayangnya, sampai meninggal pun ia ingin ada di samping anaknya," tutur Profesor Bani.
Bani Sudari menyebut rumor ini sebagai salah satu bentuk interpretasi dan pergeseran makna. Pangeran Samudra kabarnya pernah mengajarkan bahwa jika hendak mencari tuhan, hendaklah seseorang datang seperti mengunjungi kekasihnya.
Namun Orang-orang justru menginterpretasikan pesan itu dengan "berkasih-kasihan". Padahal maksud pangeran Samudra ialah, jika ingin bersatu dengan tuhan, maka kita datang kepada Tuhan ini seperti mendatangi kekasih.
"Mendatangi kekasih itu harus dengan versi terbaik diri dengan perasaan yang gembira dan rindu," kata Bani.
Sementara itu, pemilihan waktu ritual yang biasanya dilakukan masyarakat saat Jumat Pon dikarenakan lantaran bertepatan dengan hari meninggalnya Pangeran Samudera.
Bani melanjutkan, rumor Pangeran Samudra mengajarkan melakukan seks bebas seperti itu sangat jauh dari kebenaran. Padahal, ia adalah seorang ulama yang mendapat ajaran langsung dari Sunan Kalijaga.
"Sunan Kalijaga sendiri terkenal sebagai wali yang bersih, serta memiliki ajaran yang lurus, yang mana ajarannya juga sangat erat dengan etika," jelasnya.
Baca juga: Harga Tiket Masuk dan Jam Buka Wisata Gunung Kemukus Sragen
Dalam sejarah, nyatanya informasi terkait ritual seks bebas ini tidak ditemukan dari naskah-naskah abad ke-19.
Menurut kajian Bani Sudardi, tidak ada catatan jelas terkait kapan Gunung Kemukus dijadikan tempat ritual seks, tetapi diperkirakan setelah abad ke-19.
Ini lantaran dalam catatan abad ke-19 berupa Serat Centhini. belum ada disebutkan terkait situs bernama Gunung Kemukus.
"Jadi setelah masa itulah, mungkin setelah abad ke-19 sampai awal abad ke-20, baru ada ritual seks seperti itu, menurut perkiraan saya saat ini," terangnya.
Kesalahan interpretasi ini bahkan menimbulkan ritual seks yang bersumber dari mulut ke mulut, bukan dari ajaran nyata Pangeran Samudra.
Ritual seks disebutkan telah ada sejak zaman Majapahit, bagi para penghayat kepercayaan Bhairawa, dan ini berlanjut meski tertutup.
"Kalau ritual zaman dulu, ada karena salah kaprah dari kepercayaan atau anggapan bahwa untuk bersatu dengan Tuhan, dapat dilaksanakan lewat cara ini. Tetapi kalau di Gunung Kemukus, ritual ini adalah ritual untuk mendapatkan kekayaan," kata Bani.
Mulai sekitar tahun 1950-an pasca kemerdekaan, saat krisis ekonomi, datanglah orang-orang yang percaya dengan melakukan ritual seks selama 7 kali berturut-turut, maka salah satu dari yang melakukan itu akan mendapat rejeki berlimpah, sementara yang satunya akan mengalami kemelaratan.
Baca juga: Tarif Tiket Masuk dan Parkir Wisata Gunung Kemukus Diduga Ngepruk, Begini Penjelasan Pemkab Sragen