Menurut Dewi, keberadaan hiu tikus di Alor dapat membangkitkan pengembangan pariwisata di wilayah tersebut, sekaligus menjadikannya sebagai lokasi penelitian.
Salah satu upaya konservasi hiu tikus, ujarnya, adalah dengan mengadakan kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan serta mengutamakan aspek konservasi.
"Alor memiliki potensi pengembangan pariwisata dan lokasi penelitian Hiu Tikus. Ada aktivitas di mana hiu tikus menggunakan kawasan di siang hari membuka kesempatan untuk pariwisata," katanya.
Hiu tikus juga mudah ditemukan di Alor, sehingga aktivitas penelitian, seperti akustik dan satelit, bisa dilakukan dalam jangka panjang untuk mengisi knowledge gaps (kesenjangan pengetahuan) mengenai hewan ini.
Ia memberi contoh Filipina yang memiliki kegiatan pariwisata terkait hiu tikus. Kegiatan tersebut dapat pemasukkan sebesar Rp 180 miliar per tahun.
Baca juga:
“Di Malapascua, Filipina, hiu tikus menjadi ekoturisme, yaitu penggerak ekonomi komunitas lokal. Jika dihitung, kegiatan itu bisa memberikan pemasukan 180 miliar per tahun," ujarnya.
Ia menambahkan, sejumlah lokasi hiu tikus di Alor mempunyai potensi besar untuk dikelola menjadi ekoturisme, khususnya wisata selam. Hal ini karena, dari segi habitat dan jumlah, populasinya masih cukup baik.
"Jika kepedulian sudah tumbuh, upaya konservasi hingga kegiatan ekoturisme akan mudah dilakukan” imbuhnya.
Adapun, lanjutnya, sejak tahun 2018, Thresher Shark Indonesia sudah melakukan beberapa upaya untuk membantu konservasi hiu tikus berbasis masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.