Hanya beberapa orang yang selamat dari penyerangan, salah satunya juru tulis Verhoeven, bernama Jan Pieterszoon Coen. Jan Coen yang sangat marah berencana untuk balas dendam kepada masyarakat Banda.
Akhirnya, ia kembali ke Belanda untuk membangun armada, sebelum menuju Nusantara beberapa tahun kemudian.
Baca juga: 3 Pulau di Banda Maluku yang Cocok untuk Island Hopping Seharian
"Melihat temannya dibantai sama orang Banda, mereka kembali lagi dengan kapal. Akhirnya VOC datang tahun 1621, dengan 46 armada kapal dan 150 orang algojo Jepang. Mereka menyerang pulau," ungkap Iqbal.
Saat itu, Benteng Nassau yang awalnya dibuat oleh Portugis, diambil alih. Kemudian, delapan tokoh adat dan pemuka agama Banda paling berpengaruh dikurung di Benteng Nassau.
Kemudian para tokoh tersebut, lanjut Iqbal, dihabisi nyawanya.
"Ini disaksikan masyarakat Banda, yang sebagian lagi menghindar dari pembantaian itu," ujarnya.
Setelah itu, para samurai atau algojo Jepang juga menghabisi nyawa 36 orang tokoh (orang kaya) lainnya.
Sehingga, pada 18 Mei 1621, terjadilah pembantaian berdarah yang menjadi catatan kelam penjajahan di Banda. Sebanyak 44 orang terpandang Banda dibantai atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon Coen, sebagai aksi balas dendam terhadap pendahulunya Admiral Verhoeven.
Baca juga: Istana Mini di Banda Neira Maluku Diusulkan Jadi Istana Kepresidenan
Di samping lukisan pembantaian, terdapat gambar Jan Pieterszoon Coen sebagai salah satu orang penting VOC, yang memiliki andil dalam peristiwa tahun 1621.
Selain lukisan dengan kisah dan visual mengerikan tersebut, ada beragam hal unik lainnya yang bisa ditemukan di Rumah Budaya Banda Neira.
Di antaranya aneka jenis meriam, alat musik, guci, pedang, berbagai senjata, keramik China, uang kuno dari beberapa negara, dan lonceng Belanda.
Selain itu, ada sejumlah catatan yang bisa dilihat oleh pengunjung, seperti peta lama rute pelayaran bangsa Belanda menuju Banda Neira yang terpajang di dinding.
Baca juga: 6 Fakta Banda Neira, Pulau Cantik Tempat Pengasingan Bung Hatta