KOMPAS.com - Umat Hindu akan merayakan Hari Raya Galungan pada esok, Rabu (4/1/2023). Hari Raya Galungan diperingati setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali berdasarkan Kalender Saka Bali, tepatnya pada Rabu kliwon wuku dungulan.
Seperti hari suci umat Hindu lainnya, Hari Raya Galungan memiliki makna tersendiri yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
Baca juga: 20 Ucapan Hari Suci Galungan dalam Bahasa Indonesia dan Bali
Baca juga: Apa Itu Hari Raya Galungan dan Kuningan? Simak Bedanya
Ketua Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Gusti Ngurah Sudiana menjelaskan Hari Raya Galungan adalah simbol kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (keburukan).
“Hari Raya Galungan dirayakan sebagai simbol kemenangan dharma atas adharma, atau kebenaran menang melawan tidak benar,” terangnya kepada Kompas.com, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Kapan Hari Raya Galungan dan Kuningan 2023?
Ia mengatakan makna Hari Raya Galungan adalah kemenangan umat manusia dalam mengendalikan dirinya. Adapun, simbol kemenangan dan kemakmuran dilambangkan dengan penjor, sebagai wujud rasa syukur dan persembahan kepada bhatara.
“Makna Galungan sejatinya umat manusia bisa menang dalam mengendalikan sepuluh indera atau dasa indera yang ada dalam dirinya,” imbuh I Gusti Ngurah Sudiana.
Baca juga: 4 Januari 2023 Hari Raya Galungan, Apakah Libur Nasional?
Mengutip laman PHDI, galungan berasal dari kata galung, artinya perang atau pertarungan. Sementara, Hari Raya Galungan jatuh pada wuku dungulan, yang berarti menang.
Jadi galungan dan dungulan adalah perang serta menangnya manusia dari godaan para bhuta tiga atau kala tiga.
Pertarungan melawan bhuta tiga tersebut dimulai dari Minggu dungulan sampai Selasa dungulan. Kemudian, puncak kemenangannya diperingati pada Rabu dungulan yakni Hari Raya Galungan.
Baca juga: Hari Suci Galungan, Ada Tradisi Ngejot yang Sarat Makna
Tentunya, manusia tidak melawan bhuta atau kala dalam makna sebenarnya. Adapun, perwujudan bhuta atau kala tersebut adalah hawa nafsu manusia.
“Jadi makna Galungan adalah warning, peringatan agar manusia eling (ingat) serta mampu mengendalikan dirinya dari belenggu nafsu jahat, egois serta sifat-sifat negatif lainnya,” tulis PHDI dalam situs resminya.
Menurut lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada 882 masehi atau tahun 804 saka, seperti dikutip dari laman Pemerintah Kabupaten Buleleng.
Lontar adalah kitab pedoman yang disucikan oleh umat Hindu. Pada Lontar Purana Bali Dwipa disebutkan bahwa upacara Hari Raya Galungan pertama adalah pada Rabu kliwon, duku dungulan bulan keempat tanggal 15 tahun 804 Saka.
Baca juga: 5 Fakta Galungan, Bisa Datangkan Musibah jika Tak Dirayakan
Berdasarkan informasi dari Kompas.com (8/6/2022), perayaan Hari Raya Galungan sempat berhenti selama bertahun-tahun. Selama Galungan ditiadakan, raja yang saat itu berkuasa di Bali banyak yang meninggal di usia muda dan Pulau Bali kerap terkena bencana.
Akhirnya, Hari Raya Galungan kembali diperingati pada masa kekuasaan Raja Sri Jayakasunu. Sebelumnya, Raja Jayakasunu bersemedi mencari penyebab terjadinya bencana di Bali.
Konon, Raja Sri Jayakasunu mendapat bisikan yang dipercaya berasal dari Dewi Durga, bahwa segala hal buruk yang terjadi di Pulau Dewata disebabkan rakyat Bali tidak lagi memperingati Galungan.
Baca juga: Rangkaian Kegiatan Hari Suci Galungan yang Penuh Makna
Oleh sebab itu, Raja Jayakasunu pun memerintahkan rakyatnya untuk kembali merayakan Hari Raya Galungan, hingga terus berlanjut sampai sekarang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.View this post on Instagram