Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ceriak Nerang di Bangka, Tradisi Menyuruh Pulang Roh Halus dengan Kapal

Kompas.com - 07/03/2023, 11:05 WIB
Heru Dahnur ,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Tradisi adat Ceriak Nerang kembali digelar di Desa Bukit Terak, Simpang Teritip, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Tradisi ini berisi ritual alam gaib untuk memohon keselamatan dan hasil panen melimpah.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bangka Barat Muhammad Ali mengatakan, Ceriak Nerang merupakan ritual masyarakat adat Jering di Desa Kundi.

Belakangan, desa tersebut dilakukan pemekaran menjadi tiga desa, yakni Desa Kundi, Desa Bukit terak dan Desa Air Menduyung.

Baca juga: 39 Event Wisata Bakal Digelar di Bangka Barat Sepanjang 2023

"Ritual ini merupakan bagian rangkaian dari Ceriak Ngelam yang dilaksanakan sebelum masa tanam. Sementara Ceriak Nerang dilakukan setelah masa panen," kata Ali kepada Kompas.com, Senin (6/3/2023).

Ali menuturkan, Ceriak Nerang terdiri dari dua rangkaian yakni Ceriak Nerang Laut yang dilaksanakan di Tanjung Tadah Desa Air Menduyung dan Ceriak Nerang Darat yang dilaksanakan di hutan larangan Desa Bukit Terak.

Pelaksanaan Ceriak Nerang Laut maupun Ceriak Nerang Darat dipandu pembimbing spritual masing-masing atau disebut juga dukun laut dan dukun darat.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

Pada gelaran kali ini, Minggu (5/3/2023) berupa Ceriak Nerang Darat dilaksanakan di Balai Desa Terak sekitar pukul 19.30 WIB. Sebelumnya warga telah menyiapkan sesajen dan sebuah miniatur kapal.

"Ceriak Nerang Darat sudah dilaksanakan sejak nenek moyang di masyarakat adat Jering. Ceriak Nerang Darat ini bermaksud untuk menjaga kehidupan manusia dan alam, termasuk makhluk halus/gaib supaya tetap harmonis. Merupakan tradisi memanggil makhluk halus, supaya pulang atau tidak lagi mengganggu manusia," ujar Ali.

Kegiatan juga sebagai ungkapan rasa syukur pada yang maha kuasa atas hasil panen yang telah dinikmati masyarakat.

Tahapan ritual Ceriak Nerang

Acara ini dimulai dengan tahapan persiapan menyediakan peralatan ritual. Peralatan utama adalah perahu kecil yang akan menjadi media sesajen yang kemudian akan dilarung di dalam hutan larangan/pekal batin.

Perahu terdiri dari kulit kayu sebagai bahan kapal, kulit kayu mentagur sebagai rangka kapal, kain putih sebagai layar kapal, patung prajurit dari batang rumbia melambangkan 7 penyakit zaman dahulu, seperti cacar, serta diisi berbagai panen seperti beras dan ketan.

Terdapat dua perahu ritual, satu perahu utama yang terdiri dari 7 patung prajurit beserta peralatan sesaji, dan satu perahu kecil yang merupakan perahu pelengkap yang beriksikan tiga patung tukang yang membawa peralatan lainnya.

Baca juga: Taman BMW di Bangka Barat, Bekas Tambang Timah yang Kini Jadi Wisata Unggulan

Selain perahu, Pak Bujel selaku dukun darat membuat rokok nibung sebagai sesajen ritual.  Rokok nibung terbuat dari tembakau, gambir, sirih, pinang, daun nipah, daun sirih bertemu urat, dan kapur.  Pada proses pembuatan rokok nibung ini, dilakukan dengan jampi-jampi.

Sementara, panitia perempuan mempersiapkan sesajen untuk diisi ke dalam perahu.  Sesajen ini dipersiapkan sebagai bekal untuk roh halus, kemudian terdapat 14 uang receh yang dibagi menjadi 7 uang receh rupiah dan 7 uang receh ringgit.

Uang-uang receh ini terbuat dari tepung beras. 7 uang receh rupiah berwarna putih dan 7 uang receh ringgit berwarna kuning.

Selanjutnya, bantal, tikar, dan guling terbuat dari daun kelapa tua yang berwarna hijau. Dalam bahasa manusia, bantal ini dalam kehidupan bertani adalah suyak yang disandang oleh para petani ketika berkebun.

Baca juga: Puri Tri Agung di Bangka yang Pas Dikunjungi Saat Imlek

Sementara, dalam bahasa roh halus dinamai menjadi bantal mereka untuk tidur. Dalam hal ini, bantal tersebut diisi dengan 7 butir beras sebagai sesajen untuk roh halus.

Guling  dalam bahasa manusia adalah tempat atau wadah untuk menaruh bibit, sementara dalam bahasa roh halus dinamai guling/kenceng.

Tikar dalam bahasa manusia adalah tempat untuk mejemur padi ketika panen, sementara tikar dalam bahasa roh halus sebagai tempat tidur. Ketiga perlengkapan ini dibuat masing-masing sebanyak 7.  

Persiapan dilaksanakan di rumah Bapak Zamhur yang merupakan pewaris turun temurun ritual ini. Sementara dukun daratnya adalah Bapak Bujel. Persiapan dilakukan dari pagi hingga sore, yang dimana proses persiapan ini dilakukan secara gotong royong antar panitianya.

Baca juga: Bangka Belitung Fokus Wujudkan Pariwisata Bebas Nyamuk

Panitia perempuan mempersiapkan sesajen untuk roh halus. Sementara, panitia laki-laki menyiapkan perahu ritual untuk untuk menaruh sesajen.

Beberapa perlengkapan berjumlah 7, dikarenakan roh halus yang biasanya hadir saat ritual berjumlah 7 yang diyakini sebagai peri padi sekaligus melambangkan 7 penyakit zaman dahulu.

Saat ritual dilaksanakan, pembimbing spritualnya harus berwudhu terlebih dahulu. Kemudian menyiapkan materi ritual seperti lilin, membakar kemenyan, menyajikan bahan ritual.

Ia lalu meruwat berbagai permintaan masyarakat atau sebagai perantara permohonan masyarakat yang ingin disampaikan melalui dukun darat.

Arak-arakan Ceriak Nerang

Kemudian dilakukan arak-arakan dari balai desa dengan menggotong perahu sesaji/ritual oleh masyarakat diiringi alunan musik yang terdiri dari dua gendang menuju lokasi ritual di hutan larangan yang berjarak sekitar 500 meter dari Balai desa.

Tiba di lokasi, perahu ritual diletakkan pada sanggahan kayu yang telah disiapkan kemudian dilanjutkan dengan doa dan rapalan pembicaraan dukun darat dengan roh halus untuk tidak mengganggu masyarakat sekitar dan hidup secara harmonis dengan manusia.

Setelah selesai ritual ini, rombongan kembali ke balai desa untuk acara selanjutnya yakni doa bersama dan jampi kesehatan bagi masyarakat sekitar agar terhindar dari wabah penyakit. Acara ditutup dengan acara hiburan tradisi setempat yakni musik dan tari campak.

Denda larangan

Pada waktu dahulu, ketika di era kepemimpinan kampong oleh para Batin, diberlakukan hukum denda bagi masyarakat di waktu antara perayaan ceriak ngelam hingga ceriak nerang.

Pada antara waktu tersebut, warga dilarang untuk melakukan perayaan seperti pernikahan dan lainnya. Jika melanggar, diberikan denda berupa wajib mencari bahan material ritual ceriak nerang.

Baca juga: 10 Wisata Sejarah Bangka Belitung, Ada Tambang Terbuka Pertama Asia Tenggara

Saat ini denda tersebut diganti dengan uang senilai Rp 100.000 yang diserahkan langsung kepada dukun darat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com