Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghirup Eksistensi Budaya dan Kemurnian Alam Baduy di Tengah Gempuran Arus Modernisasi

Kompas.com - 06/04/2016, 19:20 WIB

Saya tidak sadar sudah beberapa kali bertanya ke kang Uha tentang berapa lama perjalanan yang akan kami tempuh. Kang Uha tidak pernah memberi jawaban yang pasti dan selalu berkata tidak terlalu lama asalkan bisa jalan cepat.

Teringat perjalanan sewaktu remaja dulu mendaki gunung Sibayak di Berastagi Sumatera Utara. Rasanya tidak seekstrim ini karena kalau mendaki gunung itu pasti awalnya akan selalu naik dan jalannya tidak berbatu-batu.

Saat turun gunung, jalanannya pasti akan selalu menurun sehingga sasaran kita tampak jelas. Bila menyusuri jalan menuju perkampungan Baduy ini saya merasa cukup berat karena jalannya naik turun bukit dan seolah tiada ujungnya.

Setelah sekian lama berjalan kaki, jantung saya sudah mulai terbiasa dan malah menikmati pemandangan hutan, pegunungan, dan sungai yang sudah mulai terlihat karena matahari sedikit demi sedikit menampakkan wujudnya. Saya dan suami bergantian memfoto pemandangan eksotis yang luar biasa.

Saya menghirup dalam-dalam udara segar perkampungan Baduy. Terasa demikian segarnya menyusup ke dalam paru-paru sebelum dialirkan jauh ke seluruh tubuh.

Sangat berbeda dengan udara pekat yang begitu menyesakkan dada sehingga terpaksa menggunakan masker bila melewati jalan raya yang membelah Ibu Kota. Kesegaran udara yang kami nikmati salah satunya karena pantangan suku Baduy menggunakan alat transportasi sehingga kita tidak akan menghirup asap dari knalpot bahkan asap rokok sekalipun karena Baduy Dalam dilarang merokok. Hanya boleh makan sirih.

Sungguh suatu budaya yang berperan besar mengurangi emisi CO2 penyebab pemanasan global. Pak Karim mengatakan kalau Suku Baduy sangat menghargai hutan dan sangat mengerti kalau hutan harus dilindungi demi menjaga keseimbangan alam dan kejernihan sumber air.

Kewajiban menjaga hutan ini berkaitan dengan konsep Baduy yang menjunjung warisan leluhur, "Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung atau panjang tidak boleh dipotong dan pendek tidak boleh disambung".

Suku Baduy khususnya Baduy Dalam menjunjung tinggi nilai budaya ini sehingga mengusahakan perubahan dengan sedikit mungkin atau tanpa perubahan sama sekali.

Sekitar pukul enam pagi saya menengadah ke langit, matahari tersipu malu mengintip dan menyapa kami dari balik hijaunya hutan bambu. Saya bahagia karena kini sudah mulai bisa menikmati alam Baduy.

Kabut tipis menyelimuti langit, menambah pesona keindahan alam yang berselimutkan hamparan hutan nan hijau dihiasi aliran air sungai yang mengalir jernih nan tenang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com