Malam terus merangkak, suara jangkrik dan burung hantu semakin jelas terdengar. Udara di luar masih cukup dingin karena kucuran hujan, namun suasana di dalam rumah adat Baduy Pak Karim sungguh hangat dan sangat pas untuk kenyamanan tidur saya sehingga bisa terlelap sampai subuh.
Pagi hari saat saya terbangun suasana masih sangat sepi. Pak Karim, istri, anak-anak, kang Uha, dan suami saya masih tertidur lelap. Hanya terdengar suara jangkrik, tokek, dan burung hantu di kejauhan. Hening senyap, peristiwa langka yang tidak akan saya dapatkan di kota.
Saya, suami, dan kang Uha melanjutkan perjalanan ke perkampungan Baduy yang lebih dalam lagi tepat pukul 04.30. "Hati-hati di jalan ya," demikian pesan Pak Karim setelah kami berjabat tangan dan mengucapkan salam perpisahan.
Kami harus berangkat pagi-pagi buta ke perkampungan Baduy yang lebih dalam karena tidak ingin tertinggal bus terakhir yang paling lama berangkat pukul 13.00 dari Ciboleger menuju Rangkas Bitung.
Suasana hutan menuju perkampungan Baduy masih gelap mencekam dan hanya mengandalkan senter kecil. Jalanan setapak basah, licin, becek, berlumpur dan sangat banyak tanjakan dengan kemiringan mencapai 45 sampai 60 derajat yang membuat saya cukup ngos-ngosan.
Untungnya saya tidak perlu membawa ransel karena sudah dibawakan suami. Namun suasana yang masih sangat gelap serta tanah dan bebatuan licin sering kali membuat saya nyaris tergelincir. Sangat dag dig dug karena saat disenter ternyata di kiri kanan ada jurang yang dalam.
"Hati-hati, Christo dan Jessi menunggu di rumah!" Ledek suami yang berjalan persis di belakang saya.
Saya berusaha menikmati perjalanan sambil menghirup senyapnya suasana hutan. Hanya terdengar suara alam dari desauan angin yang menerpa dedauanan dan suara burung yang bersahut-sahutan dengan lengkingan suara jangkrik.
Sesekali terdengar suara gemericik air membelah bebatuan yang pasrah dalam keheningan menjelang fajar.
Bila melihat jalan yang datar saya senang sekali namun sayangnya hanya sedikit yang demikian. Kebanyakan jalan yang ditempuh berbentuk tanjakan atau turunan.
Mental saya benar-benar ciut khususnya saat tanjakan, rasanya tidak sanggup. Area tanjakannya sungguh tidak tanggung-tanggung bisa membutuhkan waktu sampai setengah jam untuk menemukan jalan yang berbentuk datar atau menurun.
Jantung berdetak sangat kencang, bahkan saya bisa mendengarkan suara degup jantung saya sendiri. Saya berpikir di dalam hati, sanggupkah saya melanjutkan perjalanan? Tampaknya suami bisa membaca isi pikiran saya. "Push your limit!" katanya menyemangati.