Warga Pulo Breuh, Muhammad Asyik (50), mengungkapkan asal usul pulau itu diberi nama Pulo Nasi dan Pulo Breuh.
”Tempo dulu, saat berlayar dari Banda Aceh ke Pulo Nasi, orang cukup membawa nasi karena letaknya lebih dekat, pergi pagi pulang sore. Kalau ke Pulo Breuh, harus membawa beras karena letaknya jauh sehingga harus menginap. Jika membawa nasi, bisa basi,” kata Asyik.
Di Pulo Aceh terdapat 17 desa dengan jumlah penduduk sekitar 5.000 jiwa. Pekerjaan warga Pulo Aceh adalah mencari ikan di laut dan bertani. Di perairan Pulo Aceh terdapat berbagai jenis ikan, tetapi yang paling banyak dicari adalah gurita, pari, dan tuna.
”Sering-seringlah ke sini, ikannya segar-segar. Orang sini cerdas dan sehat karena makan ikan segar,” ujar Asyik.
Kepala Mukim Pulo Breuh Selatan Sofyan Abdullah mengatakan, daerah mereka minim pembangunan. Jalan-jalan belum semua diaspal. Daya listrik masih kurang. Jaringan telepon seluler belum menjangkau ke semua desa. Puskesmas sering ditinggal pergi petugas yang tidak betah menetap di Pulo Aceh.
”Gedung sekolah sudah bagus, tetapi tidak ada guru. Anak-anak di pulau banyak yang putus sekolah,” kata Munzir.