Berwisata rasanya kurang afdol bila tanpa foto-foto. Towil mengungkapkan, pedesaan yang alami merupakan spot foto terbaik. Tidak ada yang dibuat-buat selama perjalanan itu.
“Jadi bagaimana pintar-pintarnya mengambil spot dan membiarkan alam yang berbicara. Artinya, bagaimana kita membawanya menyampaikannya dan mengemasnya sejujur-jujurnya, itu lebih bagus,” kata Towil.
"Biarlah di sini tempat tersenyum secara riil bermasyarakat yang ada," kata Towil.
Baca juga: Sawah Tadah Hujan Instagramable di Kulon Progo Berlatar Perbukitan Menoreh
Hermen dan Linda mengaku gembira dengan berkeliling pakai sepeda itu. Terutama Hermen yang mengaku menyukai suasana damai dan tenang di desa, berbeda dengan kota Yogyakarta yang sibuk dan ramai.
“Itulah yang menyenangkan kehidupan di desa seperti ini ketimbang (sibuk dan bising) di kota,” kata Hermen.
Keramahan warga juga menyentuh hati mereka. Warga membuka lebar pintu rumah sepanjang kehadiran dua wisatawan tersebut dan membiarkan aktivitas harian mereka disaksikan.
Bahkan di rumah Musinem, Linda dipinjami baju kebaya untuk berfoto. Musinem sampai mengeluarkan semua jajanan dan air untuk dicicipi para turis.
“Kami menemui orang-orang yang sangat ramah,” kata Hermen.
Baca juga: Ikon Baru Pariwisata Kulon Progo, Lagu-lagu dengan Tiga Bahasa
Kehadiran dua wisatawan Belanda tersebut dinilai sebagai salah satu tanda bahwa pariwisata semakin membaik. Pandemi pun diyakini berangsur menuju endemik.
“Hari ini adalah surprise yang akan berkelanjutan. Ini awal surprise bagi kami dan warga,” kata Towil.
Dua tahun pandemi, pariwisata mancanegara daerah tersebut bisa dikatakan mati suri.
Padahal, dulunya Banguncipto ramai pelancong. Terlebih saat musim panas, Towil bisa melayani 30-40 turis setiap harinya. Saking banyaknya, warga setempat kerap dilibatkan untuk jadi pemandu.
Baca juga: Harga Tiket Masuk dan Jam Buka Wisata Bukit Ngisis Kulon Progo
Untuk wisata bersepeda semacam ini sekitar 80 persen peminatnya merupakan wisatawan asal Belanda, 15 persen dari berbagai negara di Eropa, dan sisanya dari negara lain.
Tamu WNA bisa memesan berbulan-bulan sebelumnya, bahkan setahun sebelumnya.
“Tadinya turis bisa datang pagi-sore, pagi-sore,” kata Towil.
Setelah keran pariwisata dibuka, turis asing berpeluang kembali menyerbu. Pria kelahiran Boyolali 48 tahun silam ini mengungkapkan, beberapa agen perjalanan wisata sudah mengingatkan agar bersiap menerima pengunjung luar negeri lagi.
“Lima grup lagi yang sudah booking. Mereka ini penundaan yang 2020. Hermen dan Linda termasuk yang penundaan beberapa tahun lalu,” kata Towil.
Baca juga: Taman Tresno Jasa Marga di Kulon Progo, Tambang Pasir yang Jadi Tempat Wisata
Wisata bersepeda ala Towil menonjolkan ketahanan budaya. Ia berniat terus konsisten melestarikannya untuk menyatukan liburan dan edukasi dalam satu bingkai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.