Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Tiket Pesawat Murah, Apa Benar Turun Harga?

Kompas.com - 13/01/2023, 10:10 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harga tiket pesawat disebut mulai turun dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.

Selain pantauan Kompas.com di beberapa platform pemesanan online, Kamis (12/1/2023), akun Instagram resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga menyampaikan hal yang sama.

Baca juga:

“Seiring dengan melandainya harga avtur, sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia menerapkan harga tiket yang jauh lebih terjangkau dibanding beberapa bulan sebelumnya,” demikian bunyi akun tersebut, dikutip Rabu (11/12023).

Salah satu contohnya harga tiket pesawat Jakarta-Bali yang mulai Rp 700.000-an, dari sebelumnya Rp 1,3 juta - Rp 3,3 jutaan.

Kemudian, tiket pesawat Jakarta-Yogyakarta saat ini harganya mulai Rp 400.000-an, dari sebelumnya Rp 800.000-an - Rp 1 jutaan.

Lantas, apakah benar harga tiket pesawat turun karena harga avtur mulai melandai?

Harga tiket pesawat bukan turun, tapi disesuaikan

Ilustrasi wisatawan. 

Dok. Unsplash Ilustrasi wisatawan.

Executive Director Pacific Asia Travel Association (PATA) Indonesia Agus Canny mengatakan, sebenarnya tidak pernah ada harga tiket pesawat naik ataupun turun.

“Sebetulnya promosinya gimmick (trik), dari 100 seat (kursi), mungkin yang dipromosikan harga murahnya hanya 20 persen. Tapi itu menciptakan demand (permintaan), jadi sebenarnya harga turun itu enggak ada,” ujar Agus.

Ia menjelaskan, maskapai penerbangan perlu menciptakan eksistensi dan menarik perhatian.

Dengan menampilkan harga promosi termurah, kata dia, hal tersebut akan memicu demand dari calon penumpang untuk segera membeli tiket pesawat.

Baca juga: Tiket Pesawat Mahal Ternyata Bisa Bikin Turis Asing Tinggal Lebih Lama

“Jadi menggunakan konsep parity atau 20:80. Maskapai mengorbankan 20 seat harga bawah atau promosi, untuk mendapatkan 80 sisanya,” terangnya.

Sehingga, kata dia, saat harga tiket pesawat saat ini masih murah, sebenarnya merupakan bagian dari 20 persen. Jika angka tersebut sudah laku, tidak lama lagi harga akan kembali seperti biasa atau naik mengikuti tarif batas atas.

Agus menuturkan, melalui teknologi digital dengan sistem analitik yang digunakan maskapai, mereka dapat dengan mudah mengendalikan harga.

“Lihat saja, besok sedikit-sedikit akan naik, itu sebelum lebaran. Lebaran kan April, industri akan promosi sampai sekitar Februari,” tutur dia.

Adapun kenaikan tersebut, ucap Agus, kemungkinan akan terjadi secara bertahap dan tidak signifikan. Misalnya naik bertahap mulai Rp 5.000, Rp 10.000, dan seterusnya.

“Biar orang mikir, 'Wah kenapa enggak beli kemarin, sekarang sudah naik lagi tuh, cepat ambil',” kata dia.

Dengan strategi parity tadi, ia menambahkan, harga jual tiket pesawat menjadi dinamis. Artinya, harga dapat mudah berubah sesuai perkembangan supply (penawaran) dan demand.

Baca juga:

Agus juga menjabarkan siklusnya secara singkat. Menurut dia, pemicu utama adalah dari banyaknya acara yang digelar, terutama terkait Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.

Kemudian, saat yang bersamaan terjadi peningkatan okupansi hotel hingga 70 persen dan semakin menambah minat perjalanan.

Selain itu, keputusan bebas PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dari Presiden Joko Widodo dan momen lebaran menjadi pemicu perjalanan lainnya.

“Selanjutnya yang akan terjadi adalah demand. Kalau terjadi demand, maskapai akan memanfaatkan demand ini lalu melakukan penetrasi, maksudnya masuk ke pasar. Mereka berlomba, baru kasih strategi parity 20:80,” terang Agus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com