Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mudik Naik Bus ke Sumatera Barat, Sempat Mogok di Sitinjau Lauik

Kompas.com - 19/04/2023, 19:11 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hiruk pikuk mudik Lebaran mulai terasa kembali seperti normal setelah lebih dari dua tahun pandemi Covid-19 melanda.

Tahun ini, pemerintah memprediksi jumlah pemudik akan mencapai angka hingga 123,8 juta pergerakan.

Tahun ini, Kompas.com yang pulang ke kampung halaman di Agam, Sumatera Barat mencoba lewat jalur darat untuk merasakan langsung euforia masyarakat pada Lebaran kali ini sekaligus mendapatkan biaya pulang kampung yang lebih murah.

Baca juga:

Hiruk pikuk di Terminal Kampung Rambutan

Hiruk pikuk sudah mulai terasa setibanya saya di Terminal Kampung Rambutan, Minggu (16/4/2023) pukul 06.00 WIB.

Jalanan memang masih relatif sepi, namun sahut-sahutan suara klakson telolet dengan irama remix sudah terdengar saat saya turun dari mobil.

Belum lagi dengan beberapa pemuda yang rebutan menawarkan jasa panggul koper.

Baca juga:

Usai menunggu sekitar kurang lebih tiga jam atau sekitar pukul 10.00 WIB, akhirnya bus pariwisata yang saya tumpangi melaju meninggalkan kawasan terminal Kampung Rambutan.

Pilihan mudik menggunakan bus rupanya tidak seburuk yang dibayangkan.

Bus yang saya tumpangi cukup nyaman, ada bantal, selimut, AC, dan yang terpenting tidak ada pengharum ruang beraroma menyengat.

Pelabuhan Merak sepi

Penumpang kepala menyeberangi Pelabuhan Merak-Bakauheni.KOMPAS.com/Suci Wulandari Putri Penumpang kepala menyeberangi Pelabuhan Merak-Bakauheni.

Berita soal padatnya Pelabuhan Merak pada periode mudik Lebaran tentu sudah bukan hal aneh.

Untunglah, siang itu pelabuhan masih sepi dan bus yang saya tumpangi bisa langsung naik ke kapal untuk menyeberang.

Penyeberangan dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni yang saya tempuh memakan waktu sekitar dua jam perjalanan.

Baca juga:

Saat naik ke deck kapal, saya memutuskan untuk tidak duduk di dalam badan kapal, melainkan di tepian kapal beralaskan tikar agar tak melewatkan pemandangan indah di perjalanan.

Pemandangan menyeberangi Selat Sunda.KOMPAS.com / Suci Wulandari Putri Pemandangan menyeberangi Selat Sunda.

Alhasil dengan bermodalkan kain sebagai penutup kepala, siang itu saya bersama penumpang kapal lain duduk di tepi kapal memandangi lautan hingga kapal hampir sampai di Pelabuhan Bakauheni.

Baca juga: Pertama Kali Naik Kapal Pesiar? Simak 4 Tips Ini

Sekitar 15 menit sebelum kapal benar-benar menepi di Pelabuhan Bakauheni, penumpang bus akan kembali ke bus yang ditumpangi untuk melanjutkan perjalanan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

 

AC bus bocor dan teriknya tanah Jambi

Satu hal yang tak dirasakan jika pulang ke Sumatera Barat naik pesawat adalah cerita-cerita di perjalanan.

Misalnya, AC bus yang saya tumpangi bocor di tengah perjalananan, membuat beberapa penumpang kebasahan.

Alhasil, usai istirahat sembari berbuka puasa di rest area Lampung, saya dan penumpang bus lainnya terpaksa dipindahkan ke bus cadangan.

Baca juga:

Saya sedikit kesal dengan keadaan yang terjadi. Bukan karena berujung terlambat berangkat, tetapi fasilitas bus yang didapatkan tidak serupa dengan bus semula.

Tidak ada bantal, tidak ada selimut, tidak ada sambungan listrik, kursi penumpang jauh lebih sempit, dan aspek paling dihindari selanjutnya yaitu bagian dalam bus dipenuhi oleh pengharum ruangan berbau menyengat yang bergelantungan di setiap sudut.

Saya yang tak mudah mabuk perjalanan, malam itu cukup was-was dan segera mempersiapkan kantong plastik untuk berjaga-jaga jika mabuk darat.

Pemandangan mendekati Pelabuhan Bakauheni.KOMPAS.com/ Suci Wulandari Putri Pemandangan mendekati Pelabuhan Bakauheni.

Bus saya berhenti di daerah Palembang untuk istirahat makan sahur sekitar pukul 03.47 WIB.

Menyantap seporsi nasi padang dengan satu lauk di rest area Palembang merogoh kocek sekitar Rp 35.000. Harga yang cukup terjangkau menurut saya, rasanya enak dan perut kenyang.

Baca juga:

Memasuki kawasan Jambi, sekitar pukul 13.23 WIB, jalanannya tidak terlalu mulus dan melewati daerah yang didominasi hutan, membuat sinyal ponsel kerap hilang.

Ditambah, saat memasuki kawasan Jambi baterai ponsel saya mulai menipis dan berujung mati total karena cadangan power bank sudah habis.

Matahari yang terasa terik makin membuat saya banjir keringat, apalagi AC AC bus beberapa kali sempat mati. Beberapa orang di dalam bus pun terlihat mengipasi diri.

Usai istirahat berbuka puasa di daerah Gunung Medan sekitar pukul 21.02 WIB, perjalanan dilanjutkan memasuki daerah Solok, Sumatera Barat.

Baca juga: 8 Tempat Wisata di Sepanjang Jalur Pansela, Mampir Saat Mudik

Bus rusak dan terjebak di tengah hutan

Perjalanan dari Solok menuju Kota Padang normalnya membutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat jam perjalanan.

Maka usai berangkat dari Solok sekitar pukul 23.00 WIB, saya memperkirakan akan sampai di Padang sekitar pukul 04.00 WIB

Namun, meskipun kita sudah berencana, tapi keputusan berada di tangan Tuhan.

Baca juga:

Meninggalkan Kota Solok dan bus melaju melewati tikungan Sitinjau Lauik, tiba-tiba bus yang saya tumpangi mengeluarkan asap di bagian bagasi sekitar pukul 02.30 WIB dini hari.

Mata yang awalnya sudah sangat mengantuk kembali terbuka karena was-was bus yang saya tumpangi tiba-tiba meledak. Belum lagi terendus aroma terbakar di bagian belakang bus.

Bus yang saya tumpangi berhenti mendadak di tengah hutan, tidak ada pencahayaan lampu jalan karena kawasan ini masih jauh dari rumah penduduk.

Tidak ada listik dan tidak ada sinyal, pencahayaan hanya bertumpu pada senter di ponsel.

Baca juga:

Sinyal internet pun hilang, alhasil saya dan para penumpang lain pasrah menunggu keputusan dari pihak bus.

 

Kondisi tikungan Sitinjau Lauik di Sumatera Barat.KOMPAS.COM/PERDANA PUTRA Kondisi tikungan Sitinjau Lauik di Sumatera Barat.

Butuh waktu cukup lama bagi pihak bus pariwisata mengambil keputusan untuk memindahkan penumpang bus yang rusak ke bus lainnya yang masih berfungsi dengan baik.

Jadilah usai terjebak sekitar dua jam 30 menit, bus pariwisata yang masih berfungsi kembali melaju membawa muatan dua kali lipat dari biasanya.

Cukup takut saat bus mulai melaju di daerah Sitinjau Lauik dalam kondisi muatan berlebih. Mengingat Sitinjau Lauik dikenal sebagai jalanan dengan tikungan tajam dan rawan kecelakaan.

Baca juga: Liburan 2 Hari 1 Malam ke Sumatera Barat, Ini Total Biayanya

Baca juga: 5 Tips Keliling Ngarai Sianok di Sumatera Barat Naik Jip Offroad

Beruntungnya, sekitar pukul 05.00 WIB bus yang saya tumpangi selamat sampai di Kota Padang. Beberapa penumpang mulai turun dan muatan bus mulai berkurang.

Tiba di Agam

Dari pusat Kota Padang, perjalanan menuju kampung halaman saya di Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat, membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga jam lagi.

Jadi, sekitar pukul 08.15 WIB bus yang saya tumpangi sampai dengan selamat di Lubuk Basung.

Perjalanan mudik yang cukup seru dan penuh cobaan dalam rangka berhemat demi bisa pulang ke kampung halaman di ranah Minang.

Baca juga: 5 Oleh-oleh Serba Rendang Khas Padang Sumatera Barat

Namun, mengingat kembali hal yang saya alami selama perjalanan, sepertinya saya mundur untuk memilih jalur darat saat arus balik setelah Lebaran, dan memilih jalur udara.

Kalau kamu, tertarik untuk mencoba mudik Lebaran dengan bus pariwisata?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com