KOMPAS.com - Labuan Bajo adalah salah satu magnet wisata andalan Indonesia. Kota yang dijuluki Seribu Sunset ini merupakan rumah bagi sejumlah suku yang menghuni Labuan Bajo.
Baca juga:
Labuan Bajo tersohor dengan keindahan alamnya yang tidak pernah gagal menghipnotis para wisatawan. Salah satu destinasi super prioritas ini memiliki deretan pantai yang mempesona, alam bawah laut yang menawan, serta fauna endemik Indonesia, komodo.
Labuan Bajo berada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Labuan Bajo berbatasan dengan Nusa Tenggara Barat yang dipisahkan dengan Selat Sape.
Nama Labuan Bajo terdiri dari dua kata yang memiliki makna spesial. Ternyata nama Labuan Bajo diambil dari salah satu suku yang menghuni wilayah tersebut.
Melansir dari laman Pesona Indonesia, kata Labuan berarti tempat berlabuh. Sedangkan, nama Bajo diambil dari Suku Bajo, yaitu suku dari Sulawesi yang bermukim di pesisir barat Flores.
Baca juga:
Awalnya, Labuan Bajo merupakan pemukiman Suku Bajo. Saat ini, Suku Bajo telah hidup berdampingan dengan warga asli Flores.
Labuan Bajo dulunya adalah kelurahan sekaligus ibu kota Kecamatan Komodo. Kini, Labuan Bajo menjadi ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, dan dikembangkan menjadi Kota Labuan Bajo.
Lihat postingan ini di Instagram
Lantas apa saja suku yang menghuni Labuan Bajo? Berikut ulasannya seperti dihimpun Kompas.com.
Seperti disampaikan sebelumnya, salah satu suku yang menghuni Labuan Bajo adalah Suku Bajo. Bahkan, nama kota ini diambil dari Suku Bajo tersebut, seperti dikutip dari laman Pesona Indonesia.
Suku Bajo terkenal akan kehebatannya dalam menjelajahi lautan, sehingga dijuluki si penjelajah atau pengembara laut, seperti dikutip dari laman Indonesia.go.id.
Dahulu kala, orang-orang Suku Bajo terbiasa hidup di atas perahu, atau nomaden. Mereka hidup dengan menjelajahi lautan, berpindah dari satu pesisir ke pesisir lain.
Baca juga:
Karena hidup berdampingan dengan laut, maka Suku Bajo memiliki keahlian unik. Mengutip dari Indonesia.go.id, Suku Bajo memiliki keahlian menyelam lautan hingga kedalaman 70 meter, hanya dengan sekali tarikan napas tanpa bantuan alat kecuali kaca mata renang.
Sejarah mengatakan, Suku Bajo berasal dari Kepulauan Sulu di Filipina Selatan. Mereka hidup di lautan lepas hingga masuk ke perairan Indonesia.
Di Tanah Air, Suku Bajo berada di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan wilayah Indonesia bagian timur lainnya.
Suku selanjutnya yang menghuni Labuan Bajo adalah Suku Manggarai, seperti dikutip dari Kompas.com (6/9/2022).
Ferdinandus Moses dalam Buku Mengenal Manggarai di Nusa Tenggara Timur (2018), mengatakan, Suku Manggarai meyakini bahwa leluhur mereka berasal dari daerah Minangkabau, Sumatera Barat, yang pernah berlayar ke Sulawesi kemudian ke NTT.
“Mereka tiba di Manggarai yang dulunya bernama Nusa Lale, persisnya di daerah Warloka dekat Labuhan Bajo,” (Moses, 2018: 7).
Nusa Lale merupakan sebuah kampung terpencil dan kecil yang kini disebut Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Flores, NTT. Hal itu terbukti karena ditemuka peninggalan prasejarah zaman batu, berupa permukiman dengan bangunan batu dolmen, batu panjang atau disebut menhir.
Baca juga:
Masyarakat Suku Bima atau Mbojo juga turut menghuni Labuan Bajo. Mayoritas Suku Bima menempati Kabupaten Bima dan Kota Bima.
Suku Bima sudah berada di wilayah tersebut sejak zama Kerajaan Majapahit. Mendengar nama Bima, kita seolah diingatkan dengan toko Pandawa Lima, Bima.
Konon, dahulu kala pada masa pemberontakan di Kerajaan Majapahit, Bima melarikan diri ke wilayah tersebut. Tokoh Pandawa Lima itu diangkat menjadi raja pertama di Kerajaan Bima.
Namun, Bima mengangkat anaknya sebagai raja dan ia kembali lagi ke Jawa. Oleh sebab itu, kadang-kadang ditemui bahasa Jawa kuno yang digunakan sebagian Suku Bima atau Mbojo.
Suku terakhir yang menghuni Labuan Bajo adalah Suku Bugis. Melansir dari laman Pemerintah Kabupaten Wajo, Suku Bugis tergolong dalam suku-suku Deutero Melayu yang masuk ke Nusantara, mayoritas di Sulawesi.
Kemudian, masyarakat ini mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan secara mandiri.
Pada 1950 hingga 1960-an, Indonesia khususnya Sulawesi Selatan disibukkan dengan pemberontakan. Insiden ini mengakibatkan banyak orang Bugis meninggalkan kampung halamannya kemudian menyebar di seluruh Nusantara, termasuk ke Labuan Bajo.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.