KOMPAS.com - Jauh sebelum kawasan Jalan Surabaya di Jakarta Pusat dipenuhi jejeran kios barang antik, kawasan tersebut hanyalah trotoar kosong.
Salah seorang pedagang yang sudah menjual barang antik di Jalan Surabaya lebih dari 40 tahun bernama Rahmad mengatakan, kawasan ini dulunya berupa trotoar kosong yang diisi oleh lapak barang antik.
Baca juga:
"Dulu belum ada kios yang seperti ini, saya sudah 40 tahunan jualan di sini. Awal-awal (orang berdagang) masih di lapak," kata Rahmad saat ditemui Kompas.com di lokasi, Rabu (7/6/2023).
Pedagang barang antik lainnya yang juga merasakan suasana lapak pada zaman dulu di Jalan Surabaya ialah Anas.
Anas mengatakan dirinya sudah jualan barang bekas di Jalan Surabaya sekitar tahun 1976.
"Zaman dulu masih berupa lapak, kondisi kawasannya pun masih sama sampai sekarang. Sepanjang Jalan Surabaya ini khusus barang antik, sementara dari Jalan Pasuruan itu diisi oleh pedagang koper," kata Anas saat ditemui Kompas.com di lokasi, Rabu (7/6/2023).
Berangkat dari lapak di atas trotoar, pedagang di Jalan Surabaya mulai menggunakan meja, selanjutnya disusul perbaikan dari pemerintah supaya kawasan ini lebih rapi.
"Pemerintah memberi besi-besi pembatas, jadi trotoar ditutup separuh bagian, tempat berdagang dulu belum penuh sampai ke depan (dekat jalan raya)," ujar ketua pedagang barang antik di Jalan Surabaya, Tamim kepada Kompas.com, Rabu (7/6/2023).
Tamim melanjutkan, barulah sekitar tahun 1980-an kawasan Jalan Surabaya mulai direnovasi dengan dibangunnya kios untuk para pedagang.
Baca juga:
Tamim menceritakan, sebelum pandemi Covid 19 melanda, kawasan pasar barang antik di Jalan Surabaya ramai dikunjungi wisatawan mancanegara (wisman).
"Orang yang datang ke sini kebayakan kolektor, umumnya tamu dari Malaysia," kata Tamim.
Pada saat itu, lanjutnya, wisman datang ke kawasan Jalan Surabaya menggunakan bus besar. Tak jarang pula ada yang mampir untuk membeli suvenir wayang sebagai oleh-oleh.
Selain mengincar barang kuno, seperti patung, mesin tik, buku-buku, lampu, atau jam dinding, wisaman juga mencari musik lawas.
Salah satu pemilik kios musik lawas di Jalan Surabaya bernama Irwansyah mengamini hal tersebut.
"Orang asing itu suka dengan musik Indonesia, bahkan mereka tidak perlu waktu yang lama untuk negosiasi harga karena mereka tahu itu (musik yang mereka cari) bagus dan sulit ditemukan," kata Irwansyah kepada Kompas.com, Rabu (7/6/2023).
Bahkan, kata Irwansyah, dari banyaknya musik lawas yang ia jual saat ini, musik yang paling mahal ialah musik lawas Indonesia genre rock.
Baca juga:
Bukti ketertarikan wisman terhadap musik lokal, kata Irwansyah, dapat dilihat dari pemilihan bahasa yang digunakan di album piringan hitam atau kaset.
Umumnya, kata Irwansyah, informasi di album piringan hitam atau kaset musik Indonesia ditulis menggunakan bahasa Inggris karena banyak dicari oleh orang luar negeri.
"Salah satu daya tarik wisatawan datang ke Indonesia dulu karena musiknya. Mereka (wisman) suka musik-musik lawas daerah," katanya.
Baca juga: Melihat Pasar Barang Antik di Jalan Surabaya yang Kini Sepi Pengunjung
Langkanya musik lawas Indonesia ini kemudian dijadikan kesempatan oleh Irwansyah dan pedagang lainnya untuk meraup keuntungan dengan cara mematok harga tinggi kepada pembeli.
Namun sayangnya, beberapa waktu belakangan kawasan Jalan Surabaya tampak sepi pengunjung. Tamim mengatakan, banyak pengunjung yang sudah malas untuk datang ke lokasi dan lebih memilih transaksi secara online (daring).
"Kebanyakan sekarang yang datang itu wisatawan lokal, ada juga beberapa wisatawan mancanegara, cuma sekarang penjualan banyak di online," pungkas Tamim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.