Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Tiket Pesawat Domestik Mahal Versi Pengamat, Ada Banyak Faktor

Kompas.com - 27/03/2024, 08:06 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mahalnya harga tiket pesawat mudik Lebaran 2024 belakangan masih menjadi topik hangat oleh warganet. Seperti halnya harga tiket pesawat rute Jakarta-Padang tembus Rp 4,76 juta.

Fenomena tiket pesawat mahal, khususnya saat mudik Lebaran bukanlah hal baru bagi pengguna transportasi udara di Indonesia. 

Dikutip dari laman Kompas.com (2/4/2023) harga tiket pesawat saat libur Lebaran 2023 pun juga naik dua hingga tiga kali lipat.

Melihat fenomena yang terjadi setiap tahun ini, sebagian besar masyarakat tentu mempertanyakan, mengapa tiket pesawat kerap mahal setiap mudik Lebaran?

Baca juga:

Tarif batas atas tidak lagi relevan

Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, pada dasarnya menteri perhubungan sudah menetapkan tarif batas atas maskapai penerbangan. 

Tarif tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri.

Namun faktanya, kata Agus, saat ini sudah banyak maskapai yang memasang tarif tiket pesawat melebihi tarif batas atas yang sudah ditetapkan.

"Semua maskapai tidak boleh melebihi tarif batas atas, sekarang sudah banyak yang melebih tapi tidak ada tindakan dari Kemenhub (Kementerian Perhubungan)," kata Agus," kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (20/3/2024).

Agus melanjutkan, aturan tarif batas atas tiket pesawat yang ditetapkan oleh Kemenhub dibuat pada 2019, dan belum ada perubahan aturan hingga saat ini.

Baca juga: Rencana Penurunan Harga Tiket Pesawat ke 3 Destinasi Superprioritas 

Dengan kata lain, saat tarif batas atas ditetapkan pada 2019, nilai tukar dolar saat itu masih Rp 13.000, dan harga avtur (aviation turbine fuel) atau bahan bakar minyak untuk pesawat masih Rp 10.000 per liter.

"(Nilai tukar) dolar sekarang sudah hampir Rp 16.000 (sekarang Rp 15.802). Jadi memang tarif batas atasnya (yang ditetapkan pada 2019) sudah tidak cocok (dengan kondisi saat ini)," kata Agus.

Agus menegaskan bahwa berdasarkan aturan, tarif batas atas hanya boleh diatur oleh Kemenhub.

"Sesuai dengan keputusan presiden terhadap menteri perhubungan, tugasnya adalah mengurus transportasi umum dan mengawasi. Kalau tarif, itu tidak diatur oleh Kemenhub, kecuali penyesuaian tarif batas atas," terangnya.

Serupa dengan Agus, Pengamat Penerbangan Alvin Lie menuturkan bahwa aturan mengenai tarif batas atas harga tiket pesawat sudah lima tahun sejak 2019 belum berubah.

Baca juga: Tiket Pesawat Domestik Mahal, Wisnus Pilih Transit Luar Negeri

Padahal, kata Alvin, biaya operasional pesawat saat ini sudah naik. 

Hal ini membuat banyak maskapai "teriak" meminta aturan tarif batas atas ditinjau kembali oleh Kementerian Perhubungan.

"Saya juga tidak paham (kenapa pemerintah tidak meninjau tarif batas atas). Harusnya setiap enam bulan atau setiap setahun sekali ditinjau, sehingga kalaupun (harga tiket pesawat) naik, naiknya sedikit-sedikit," kata Alvin melalui pesan suara yang Kompas.com terima, Jumat (22/3/2024).

Seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 20 Tahun 2019 Bab V Pasal 23 Ayat 1 huruf a, ditulis bahwa Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap besaran tarif yang telah ditetapkan dengan ketentuan: dilaksanakan secara berkala setiap tiga bulan.

Sementara pada Pasal 23 Ayat 1 huruf b ditulis bahwa evaluasi tarif ditetapkan jika sewaktu waktu terjadi perubahan signifikan yang mempengaruhi kelangsungan kegiatan badan usaha angkutan udara.

Menyambung hal ini, pada Pasal 23 Ayat 2 dijelaskan, adapun perubahan signifikan yang dimaksud yaitu perubahan yang menyebabkan kenaikan total biaya operasi pesawat udara hingga paling sedikit 10 persen yang disebabkan adanya perubahan.

Baca juga: Tiket Pesawat Tinggi Masih Jadi Tantangan Pariwisata pada 2024

Ilustrasi penumpang pesawat. Dok. Shutterstock/kudla Ilustrasi penumpang pesawat.

Adapun perubahan yang dimaksud meliputi: harga avtur, harga nilai tukar rupiah, dan harga komponen biaya lainnya.

Sejalan dengan Agus, Alvin juga mengamini bahwa naiknya harga tiket pesawat disebabkan karena naiknya nilai tukar rupiah, naiknya harga avtur, serta faktor nilai bunga pinjaman bank.

"Karena pesawat-pesawat itu belinya kredit, tidak ada yang beli tunai," ujar Alvin.

Alvin menambahkan, pada dasarnya harga tiket yang dibayar oleh setiap penumpang bukanlah sepenuhnya murni harga penerbangan. Melainkan sudah termasuk harga retribusi pesawat di bandara.

Ia mencontohkan, biaya retribusi di terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta. Setiap kali keberangkatan pesawat, setiap penumpang dikenai biaya retribusi sekitar Rp 170.000.

"Jadi kalau harga tiketnya Rp 800.000, itu sudah termasuk yang Rp 170.000 (biaya retribusi), bukan harga tiket saja," katanya.

Baca juga: Maskapai Langgar Batas Atas Tiket Pesawat, Jumlah Penerbangan Didorong untuk Ditambah

Terdampak perang Rusia dan Ukraina

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com