Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Orang Jepang Sering Pakai Masker, Salah Satunya Hindari Serbuk Bunga

Kompas.com - 06/04/2020, 15:13 WIB
Nabilla Ramadhian,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

Sumber Quartz

JAKARTA, KOMPAS.com – Salah satu hal yang paling terlihat saat berkunjung ke Jepang adalah pemandangan masyarakatnya yang kerap menggunakan masker.

Mulai dari masker medis hingga masker kain yang memiliki desain dan motif yang unik. Kendati demikian, penggunaan masker di Jepang bisa ditelusuri hingga beberapa tahun pertama di abad ke-20.

Baca juga: Orang Jepang, China, dan Korea Sering Pakai Masker, Ternyata Ini Alasannya...

Lantas, seperti apa kebiasaan masyarakat Jepang dalam mengenakan masker dan bagaimana sejarahnya?

Masker menjadi kebutuhan primer di Jepang

Kebiasaan menggunakan masker di kalangan masyarakat Jepang yang masih menjamur saat ini diamini oleh Tour Leader Martinus Erwin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/4/2020).

Dia menuturkan bahwa penggunaan masker terbawa oleh kepedulian mereka terhadap lingkungan.

Baca juga: Pengalaman Tour Leader Indonesia di Tengah Kebiasaan Orang Jepang, China, Korea Pakai Masker

“Orang Jepang itu kesehatannya cukup sensitif. Makanya mereka proteksi diri sendiri. Selain mereka peduli dengan diri sendiri, mereka juga peduli dengan lingkungannya,” kata Erwin.

Mereka rentan menggunakan masker ketika musim semi. Sebab, sebagian besar masyarakat Jepang memiliki alergi terhadap serbuk bunga yang baru tumbuh.

Berbagai bentuk dan gaya masker wajah digunakan warga untuk melindungi dirinya.AFP/ANDY WONG Berbagai bentuk dan gaya masker wajah digunakan warga untuk melindungi dirinya.

Terlebih saat serbuk tersebut terkena hembusan angin, masyarakat Jepang yang terpapar akan terkena flu. Sementara di musim dingin, Erwin mengatakan bahwa mereka juga cukup rentan terhadap influenza.

“Di Jepang udaranya bersih. Mereka pakai masker lebih ke soal virus. Negara mereka kan kecil. Kalau ada satu orang sakit lalu menular, cepat sekali penularan di satu negara,” tutur Erwin.

Pemandangan masyarakat Jepang mengenakan masker di perkotaan

Erwin mengatakan bahwa masyarakat Jepang gemar menggunakan transportasi publik. Terlebih mereka yang tinggal di perkotaan.

Saat mengendarai transportasi publik, mereka sering menggunakan masker sama seperti masyarakat Indonesia mengenakannya ketika di kereta atau bus.

“Itu kan dalam satu gerbong campur aduk manusianya. Nafas orang bercampur sana sini, kita tidak tahu mana yang sakit atau sehat. Sehingga lambat laun, kebiasaan pakai masker sudah jadi suatu kebutuhan primer orang Jepang,” ujar Erwin.

Saat ini, Erwin mengatakan bahwa masker di Jepang banyak yang sudah dimodifikasi dan memiliki desain lucu untuk menarik perhatian orang.

Salah satu masker yang dimodifikasi adalah masker yang memiliki wewangian. Masker tersebut banyak ditemukan di apotek atau di toko-toko pinggir jalan.

Kendati penggunaan masker di transportasi publik lebih agar mereka tidak terkena atau menyebarkan penyakit, namun Erwin mengamini penggunaan masker yang dijadikan sebagai dinding sosial.

Berbagai bentuk dan gaya masker wajah digunakan warga untuk melindungi dirinya.AFP/ANDY WONG Berbagai bentuk dan gaya masker wajah digunakan warga untuk melindungi dirinya.

“Mereka tidak suka lingkungan sekitarnya terganggu. Makanya kalau naik kendaraan umum, mereka sibuk sama dirinya sendiri. Sudah biasa di sana orang pakai masker, pakai headset, di kereta atau kendaraa publik lainnya sambil baca buku,” kata Erwin.

Penggunaan masker merata di setiap kalangan masyarakat Jepang, mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Meski begitu, Erwin mengatakan bahwa masker lebih banyak digunakan di daerah perkotaan saja dan tidak di perkotaan kecil atau pedesaan.

Penggunaan masker di tengah wabah virus corona

Erwin mengatakan bahwa penggunaan masker di Jepang mengalami perubahan. Sebelumnya, mereka hanya digunakan oleh orang yang sakit atau alergi terhadap serbuk bunga.

Saat ini, masker juga dikenakan oleh orang yang sehat.

“Penjualan masker pun tidak ada yang mendadak harganya menjadi 10 kali lipat dan banyak pedagang dadakan,” kata Erwin.

Sejak awal muncul corona di Jepang, pemerintah langsung melakukan proteksi terhadap penjualan masker. Maksimal seorang hanya boleh beli dua,” lanjutnya.

Wabah penyakit di abad ke-20 dan kebakaran yang besar

Mengutip Quartz, pada tahun pertama abad ke-20 terjadi pandemi influenza yang menyebabkan kematian 20 – 40 juta masyarakat di seluruh dunia.

Berbagai bentuk dan gaya masker wajah digunakan warga untuk melindungi dirinya.AFP/ANDY WONG Berbagai bentuk dan gaya masker wajah digunakan warga untuk melindungi dirinya.

Angka kematian tersebut lebih banyak dari angka kematian saat Perang Dunia I. Terdapat pula wabah penyakit di setiap benua yang ada, termasuk Asia.

Menutupi wajah dengan syal, kerudung, atau masker merupakan cara untuk menangkal penyakit di beberapa belahan dunia hingga epidemi tersebut hilang pada akhir tahun 1919.

Sementara itu pada tahun 1923, Jepang mengalami sebuah gempa besar di daerah Kanto yang menyebabkan terjadinya api besar.

Kejadian tersebut menyebabkan hampir 600 ribu rumah di bagian negara yang padat terbakar. Langit pun dipenuhi oleh asap dan abu berminggu-minggu lamanya.

Tidak hanya itu, kualitas udara juga turun hingga berbulan-bulan. Semenjak itu, masker wajah tidak lagi disimpan di tempat penyimpanan dan menjadi aksesoris khas pinggiran jalan Tokyo dan Yokohama.

Epidemi flu global kedua pada 1934 membuat hubungan Jepang dan penggunaan masker kian erat. Masker juga menjadi sering digunakan selama bulan-bulan musim dingin.

Tidak hanya itu, masyarakat Jepang juga menjaga kesopanan sosial. Bila sedang batuk dan pilek, mereka akan berusaha menghindari penularan virus ke orang lain.

Polusi udara dan alergi pohon cedar membuat masker semakin populer

Pada tahun 1950an, industrialisasi di Jepang setelah Perang Dunia II membuat polusi udara kian marak.

Berbagai bentuk dan gaya masker wajah digunakan warga untuk melindungi dirinya.AFP/ANDY WONG Berbagai bentuk dan gaya masker wajah digunakan warga untuk melindungi dirinya.

Pohon cedar yang kaya akan serbuk sari juga mengalami pertumbuhan yang subur karena adanya peningkatan karbondioksida.

Masker pun tidak lagi digunakan karena pengaruh musiman melainkan menjadi sebuah kebiasaan sepanjang tahun.

Masker dijadikan sebagai dinding sosial

Apa yang dituturkan oleh Erwin senada dengan beberapa penelitian yang menemukan bahwa di antara banyaknya anak muda di Jepang, masker telah berevolusi menjadi sebuah dinding sosial.

Berdasarkan penelitian tersebut, anak muda yang sehat mengenakan masker bersamaan dengan headset untuk menandakan bahwa mereka tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain.

Hal tersebut juga berlaku bagi para wanita muda yang berusaha untuk menghindar dari pelecehan di transportasi umum. Masker dianggap memberi sebuah anonimitas tersendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com