Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Tempat Wisata di NTT untuk Lihat Rumah Adat yang Masih Asli

Kompas.com - 12/04/2023, 20:59 WIB
Markus Makur,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

3. Kampung Adat Wae Rebo

Kampung Adat Wae Rebo sudah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada Agustus 2012.

Mencapai perkampungan ini tidaklah mudah. Wisatawan harus berjalan kaki selama dua jam untuk bisa tiba di lokasi.

Wisatawan umumnya membeli paket perjalanan wisata dengan rute Labuan Bajo-Wae Rebo-Ruteng-Bena-Ende-Wologai-Kelimutu-Maumere, serta sebaliknya dari arah timur. 

Baca juga:

Tempat wisata lainnya untuk melihat rumah adat NTT

Salah satu rumah adat Gendang di Bangka Tuke, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT, Sabtu (23/4/2016).  KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Salah satu rumah adat Gendang di Bangka Tuke, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT, Sabtu (23/4/2016).

Selain ketiga kampung yang disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa kampung lain yang bisa dikunjungi bila wisatawan ingin tahu lebih jauh soal rumah adat khas NTT.

Kampung-kampung tersebut, antara lain Kampung Adat Bangka Tuke, Kampung Tradisional Poka, Kampung Tradisional Tenda, dan Kampung Tradisional Woang. 

Bisa dibilang, Kabupaten Manggarai dikenal sebagai kabupaten dengan ratusan rumah adat yang masih asli, walaupun sebagiannya sudah beratapkan seng.

Baca juga: Ke Labuan Bajo dan Wae Rebo, Belum Lengkap Tanpa Ngopi di Bengkes Cafe

Dosen Unika Santo Paulus Ruteng, Dr Marianus Tapung atau Manto Tapung menyampaikan, perkampungan tradisional dengan rumah adat beratap ijuk dari pohon enau atau aren mempertahankan keasliannya.

"Dari segi adaptasi perkembangan dan efisiensi, banyak rumah adat yang sudah menggunakan atap seng. Ini merupakan bagian dari warisan peradaban budaya kuno (arkais) orang Manggarai. Pada zaman kuno, pemanfaatan sumber daya alam menjadi bagian upaya mempertahankan hidup dan melindungi diri dan komunitas keluarga," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (12/4/2023).

Tapung menjelaskan, Hal ini didasarkan pada kesadaran ekologis manusia yang menyatu dengan alam, dan alam menjadi sumber kehidupan bagi manusia.

Alam digunakan seadanya dan digunakan sepenuhnya untuk keberlanjutan hidup manusia, bahkan nenek moyang orang Manggarai memiliki warisan intelektual secara otodidak dalam membangun rumah adat dan pribadi.

"Iya, benar sekali. Leluhur orang Manggarai memiliki pengetahuan simetris dan asimetris berkembang baik dan seimbang, bahkan sampai sekarang," ujarnya.

Baca juga: Penti, Upacara Adat di Wae Rebo untuk Sambut Musim Tanam Tiba

Ada hubungan simbolis metaforis, lanjut Tapung, bahwa apa yang menjadi kebijakan pembagian tanah sawah dan tanah ladang menurut strata sosial masyarakat Manggarai merujuk pada pola joglo rumah gendang.

Terkait hal itu, bila semakin mendekati pusat maka seseorang semakin memiliki status sosial yang tinggi atau otoritas yang besar, berlaku pula sebaliknya.

Adapun pola pembagian menurut strata sosial ini, dipandang adil dan merata, serta menciptakan keseimbangan simbolis metaforis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com