Masyarakat Aceh menggelar tradisi meugang selama tiga kali dalam setahun, seperti dilansir dari laman Pemerintah Kota Banda Aceh.
Meugang digelar untuk menyambut bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha. Masyarakat muslim Aceh meyakini, mereka harus menyambut hari-hari suci Islam tersebut dengan istimewa.
Baca juga:
Selain menghormati hari suci umat Islam, tradisi meugang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Aceh.
Perayaan meugang menjadi momen penting untuk berkumpul seluruh keluarga. Biasanya, anak dan saudara yang merantau akan pulang dan berkumpul saat meugang. Nilai kebersamaan inilah yang ingin ditanamkan oleh para leluhur melalui tradisi meugang.
Bahkan, di daerah pedesaan yang masih kental dengan adat istiadat Aceh, seorang menantu laki-laki yang masih menetap di rumah mertua mempunyai kewajiban membawa pulang daging saat meugang.
Fakta unik meugang selanjutnya adalah jenis masakan daging. Melansir dari laman Pemerintah Kota Banda Aceh, setiap daerah memiliki masakan khas meugang.
Di Pidie, Bireun, Aceh Utara misalnya, daging meugang diolah menjadi kari dan sop daging. Beda dengan di Aceh Besar, daging diolah menjadi daging asam keueung, sie reuboh, rendang, dan sop daging.
Di Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan daging meugang biasanya dibuat gulai merah dengan ciri khas rasa pedas menyerupai masakan Padang, Sumatera Barat.
Selain daging, terdapat beberapa makanan yang sering disediakan khusus pada hari meugang seperti tape, leumang, serta timphan.
Dengan nilai historis dan budaya tersebut, maka meugang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya TakBenda Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.