KOMPAS.com - Perayaan Idul Fitri tahun ini sedikit berbeda karena semua orang di rumah saja dan mudik dilarang, guna mencegah penyebaran virus corona.
Pada kondisi normal, Indonesia memiliki beragam budaya atau tradisi yang biasa dilakukan saat Lebaran. Keragaman budaya ini memberikan warna dan nuansa berbeda di setiap daerah Indonesia.
Baca juga: Serunya Tradisi Lebaran di Nusantara, dari Aceh hingga Papua
Berikut Kompas.com rangkum delapan tradisi seru yang biasa dilakukan umat Islam di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua.
1. Kenduri Kuburan di Aceh
Mulai dari Aceh, Indonesia memiliki ragam tradisi menyambut Lebaran. Kota berjuluk Serambi Mekah itu telah turun temurun melakukan tradisi Kenduri Kuburan.
Tradisi ini biasa dilakukan oleh warga Desa Pasi, Kabupaten Aceh Barat di hari ke-12 setelah perayaan Idul Fitri. Perayaannya, warga desa akan melakukan ziarah dan makan kenduri bersama di lokasi pemakaman keluarga.
Baca juga: Kenduri Makam, Ritual di Hari ke 12 Setelah Lebaran
Warga biasanya akan membawa hidangan nasi dan aneka kue khas Aceh untuk dimakan bersama usai rangkaian acara ritual.
Seperti dikutip dari Serambinews.com, ziarah kubur anggota keluarga dengan menggelar acara kenduri di pemakaman merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan setelah Idul Fitri, di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), juga sebagian wilayah pantai barat-selatan Aceh.
Jadwal kenduri kuburan atau kenduri jirat dilaksanakan sesuai keputusan rapat warga desa, biasanya dimulai pada hari ketujuh lebaran (Idul Fitri) sampai memasuki hari belasan lebaran.
2. Malaman di Lampung
Bergeser ke ujung selatan pulau Sumatera tepatnya di Lampung, terdapat tradisi Malaman. Tradisi ini dilakukan pada malam takbir, sehari menjelang Idul Fitri.
Anak-anak dan remaja laki-laki akan menyusun batok-batok kelapa di halaman rumah hingga setinggi satu meter bahkan lebih.
Di Lampung menjelang Lebaran, akan banyak batok kelapa yang tak terpakai sisa memasak rendang.
Baca juga: Kelapa dan Tradisi Lebaran di Lampung Barat
Sering disebut juga 'Menara Sabut Kelapa', susunan batok kelapa itu kemudian dibakar hingga api tampak membesar dan anak-anak akan bergembira.
Waktu yang biasanya dibutuhkan untuk membakar semua sabut kelapa itu adalah 60 menit.
Ketika sudah terbakar habis, sabut kelapa hanya menyisakan bara yang memerah berserakan di tanah. Zaman dulu, orang banyak menggunakan bara tersebut untuk menyetrika baju baru yang dipakai saat Lebaran.
3. Sungkem Telompak di Magelang
Tradisi berikutnya yaitu berada di pulau Jawa tepatnya di Magelang, Jawa Tengah. Tradisi ini bernama Sungkem Telompak yang mana diikuti masyarakat lereng barat Gunung Merbabu.
Orang-orang melakukan tradisi sebagai bentuk syukur atas ketersediaan air di mata air Telompak, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.
Selain itu, mereka juga menggelar kesenian tradisional 'Campur Bawur' di mata air usai berdoa dan memasang sesaji. Ritual ini dipimpin oleh seorang juru kunci.
Diberitakan Kompas.com, (14/9/2010), mata air Telompak tetap mengalir saat masa sulit melanda desa tahun 1932.
Airnya yang melimpah membuat warga dapat bertahan menghadapi krisis tersebut. Warga pun mengucap rasa syukur atas kelimpahan air tersebut melalui cara tradisi Sungkem Telompak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.