Kepala Desa Tepal, Sudirman mengatakan, tradisi kena dila sudah dilakukan secara turun-temurun.
"Kena Dila itu dikenal hanya ada di Desa Tepal. Bedanya dengan tradisi kena lu' yang ada di beberapa desa di Kabupaten Sumbawa yaitu pada makan bersama saat sahur dan berbuka," kata Sudirman.
Namun, tradisi kena dila di Desa Tepal disebut lebih meriah karena meliputi proses gotong royong memasak, makan bersama, membawa aneka jajan saat tarawih dan tadarus, serta makan sahur bersama.
Baca juga: Yoyo Sekongkang, Surga Tersembunyi untuk Surfing di Sumbawa
Sebelum masuk bulan Ramadhan, lanjutnya, digelar perembukan atau rapat antara ketua RW (Rukun Warga), ketua RT (Rukun Tetangga), pengurus masjid, dan perangkat desa untuk membagi rumah mana yang akan mendapat giliran kena dila.
Dalam satu malam, tradisi kena dila akan dilakukan bergiliran terdiri dari 10-15 rumah warga di satu RT. Tradisi ini dilakukan sampai malam ke-29 Ramadhan.
Saat malam Idul Fitri, kena dila akan dilakukan di semua rumah warga. Bahkan, tradisi makan bersama akan digelar di masjid oleh warga Desa Tepal.
Bukan hanya makan bersama, bagi warga yang tidak ingin makan, akan diberikan sayur dan jajan untuk dibawa pulang ke rumah.
Ketika kena dila, warga akan mengundang tetangga, keluarga, tokoh agama dan tokoh masyarakat yang ada di sekitar rumah untuk menyantap aneka hidangan khas yang sudah disiapkan.
Baca juga: Kejarlah Ombak sampai Sumbawa Barat
Sebelum berbuka, akan digelar tahlilan, zikir, dan doa bersama yang dipimpin oleh seorang tokoh agama. Tempat duduk laki-laki dan perempuan dipisahkan oleh sekat berupa dinding atau tirai.
Ketika azan berkumandang, warga mulai menyantap hidangan pembuka dan utama. Suasana kekeluargaan kental terasa saat kena dila berlangsung.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.