Sugito mengatakan, para calo biasanya akan berpura-pura menjadi bagian dari operator resmi yang menyediakan jasa layanan wisata.
Mereka mungkin saja berdiri di pinggir jalan sambil menunggu wisatawan, atau mengikuti kendaraan dan tiba-tiba mengklaim pengunjung sebagai tamu miliknya.
“Biasanya ada mobil pelat luar kota, dia buntutin dari belakang, nanti mobilnya mau belok ke mana, misalnya ke Wirawisata, dia langsung nyalip ke Wirawisata terus bilang sama loket ‘Ini tamu saya’ padahal dia belum kenal. Dia (calo) mengambil untung dari situ,” terang Sugito.
Baca juga: Wisata Stone Park Turunan Gunungkidul, Indahnya Sunrise di Atas Lautan Awan
Hal ini tentu merugikan wisatawan karena mereka bisa dimintai biaya masuk, jasa pemandu, atau fasilitas lainnya dengan harga dua kali lipat, atau bahkan lebih.
“Calo itu menjual tiketnya lebih tinggi. Misalnya harga tiket Rp 40.000, dia bisa jual Rp 80.000. Apalagi dia menjual paket misalnya Gua Pindul, Gua Kristal, Sungai Oyo, tiga tempat, dia bisa menjual Rp 230.000. Nanti yang disetorkan ke pengelola, ke pendaftaran, harganya di bawah standar,” tutur dia.
Adapun para calo yang melakukan aksinya di pinggir jalan, seringkali meminta pembayaran di awal sebelum diarahkan menuju destinasi wisata.
Baca juga:
Saat wisatawan menyadari bahwa mereka dipatok tarif yang jauh lebih mahal, para calo kemungkinan besar sudah kabur atau melakukan modus lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.